Kamis, 21 Juni 2012

Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia



PENDAHULUAN
Pasal 31 undang undang 1945 :

Ayat (1) Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan
Semua warga Negara Kesatuan Republik Indonesia, berhak mendapatkan pendidikan. Tidak terkecuali. Tidak memandang strata sosial dari orangtua, sehingga memperoleh porsi yang sama.

Ayat (2) Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya
Seperti apa yang ada di pasal 1 Declaration Of Human Rights ‘Setiap orang berhak memperoleh pendidikan. Pendidikan harus dengan cuma-cuma, setidak-tidaknya untuk tingkatan sekolah rendah dan pendidikan dasar.’ Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dalam sektor pendidikan, membiayai dalam arti menyediakan sarana dan prasarana sekolah, memfasilitasi faktor-faktor pendukung kegiatan belajar mengajar, serta mengikutsertakan peran masyarakat di dalamnya dengan tidak membedakan strata sosial baik orang tua si-kaya atau miskin, pejabat maupun non pejabat.

Ayat (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang
Pemerintah berusaha berusaha menyelenggarakan sebuah system yang mengutamakan peningkatan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia. Sehingga, ini terealisasi dan terlihat mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan serta Pendidikan Agama yang selalu diberikan dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi.

Ayat (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Pemerintah membiayai pendidikan dan mengalokasikan minimal setiap tahunnya 20% dari APBN atau sekitar 225 trirliun, untuk memenuhi kebutuhan pendidikan nasional.

Ayat (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Ini membuktikan bahwa tanggung jawab Negara atau pemerintah sangatlah besar, karena mereka pun bertanggung jawab atas kemajuan bangsa ini.
Pemerintah wajib memberikan biaya, sarana dan pra sarana semaksimal mungkin, agar setiap warga Negara yang beroleh hak pendidikan, mendapatkan pengetahuan dan tekhnologi yang terbaru. Dengan tidak melupakan nilai nilai agama dan persatuan bangsa.

PEMBAHASAN
Fakta yang menyangkut pasal 31
            Kepedulian politik pemerintah terhadap pemberantasan kemiskinan pendidikan patut diacungi jempol. Ini dibuktikan dengan pengalokasian anggaran pendidikan sebesar 20 persen sesuai amanat konstitusi ’45 dari jumlah total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebesar Rp. 1.222 triliun untuk tahun 2009. Apabila tahun 2008, anggaran pendidikan hanya berjumlah Rp. 54,2 triliun atau 15,6 persen, maka tahun 2009 berjumlah Rp. 224 triliun atau 20 persen (Jawa Pos, 16/8/2008). Bahkan, anggaran pendidikan 2010 pun juga tidak jauh berbeda dengan 2009.
            Namun di tengah kepedulian politik sangat tinggi pemerintah terhadap dunia pendidikan, ternyata masih menyisakan persoalan yang hingga kini belum tersentuh secara serius. Adanya anak-anak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang ikut bersama orang tuanya ke luar negeri, seperti Malaysia tidak mendapat pelayanan pendidikan dari pemerintah Indonesia sangat jelas merupakan persoalan yang cukup mengejutkan. Berdasarkan hasil survey Borneo Samudera Sendirian Berhad Plantation, jumlahnya mencapai 72.000 orang. Mereka berusia rata-rata di bawah 13 tahun, tidak bisa membaca dan menulis (Kompas, 4 September 2008).
            Ini masih belum berbicara jumlah anak-anak TKI di Singapura, Brunai Darussalam dan beberapa negara lain, yang juga kurang dan tidak mendapatkan perhatian sangat tinggi dari pemerintah Indonesia. Yang jelas, jumlah totalnya pun akan semakin besar. Pertanyaannya adalah inikah yang disebut sebuah kepedulian politik sangat tinggi terhadap dunia pendidikan demi mencerdaskan anak-anak bangsa? Terlepas jawabannya "ya" atau "tidak", pemerintah selama ini memang cenderung meremehkan kondisi persoalan tersebut.
            Kondisi periferi (daerah pinggiran) seolah dianggap tidak ada sehingga tidak mendapat ruang perhatian secara serius. Ini sungguh ironis. Oleh sebab itu, bila dikaitkan dengan konstitusi dasar ’45 pasal 31 ayat (1) setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pasal (2)......., pemerintah wajib membiayainya, maka pemerintah masih diskriminatif terhadap setiap warga negaranya. Ironis. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi pendidikan kita di daerah perbatasan. Betapa tidak, ketimpangan kualitas pendidikan di kota dengan di daerah sudah terjadi sedemikian rupa sehingga cerita tentang sekolah rubuh di daerah perbatasan atau cerita tentang guru yang lari ke negara tetangga, bukan sekedar mitos belaka. Selanjutnya, untuk memperoleh pemahaman secara lebih mendalam, permasalahan ini dapat kita tinjau dari sudut pandang hak dan kewajiban warga negara.
            Melihat kondisi pendidikan di Indonesia saat ini, sulit untuk membuat gambaran umum untuk menjelaskan situasi yang sebenarnya. Jika sekilas kita melihat pada sekolah-sekolah unggulan yang ada di kota, mungkin kita bisa berbangga dengan kondisi pendidikan kita saat ini. Sekolah-sekolah tersebut sudah sangat mapan dalam hal fasilitas dan kualitas. Para murid dan guru dari sekolah sekolah elit selalu dimanja dengan fasilitas pendidikan yang lengkap dan mutakhir. Segala proses pembelajaran dijalankan dengan nyaman dan mudah sehingga dapat menghasilkan murid yang berkualitas. Namun, ketika kita melihat kondisi pendidikan di daerah perbatasan, keadaan tersebut sungguh berbanding terbalik.
            Tak banyak yang mengetahui atau peduli dengan nasib pendidikan anak-anak di daerah perbatasan. Banyak anak di perbatasan Nusantara yang bernasib malang karena tak dapat memperoleh pendidikan yang bermutu. Di beberapa perkampungan atau dusun di perbatasan Kalimantan misalnya, anak-anak harus berjalan kaki 1-2 jam sejauh hingga 6 Km melintasi hutan dan menuruni bukit untuk mendapatkan pendidikan di sekolah setiap hari.
            Potret umum siswa di perbatasan memang sangat memprihatinkan. Namun, nasib para gurunya pun tak kalah memprihatinkan, terutama para guru honorer yang kebanyakan honor komite. Para guru tersebut banyak yang harus mengajar 2-3 kelas sekaligus. Hal ini karena kekurangan tenaga guru di sekolah pedalaman. Guru yang hanya bergaji 100-300 ribu sebulan itu banyak yang dipaksa bekerja ekstra keras bahkan terdapat ‘tuntutan psikologis’ untuk bekerja lebih besar daripada guru PNS karena status tidak tetap sebagai guru honorer lebih rentan daripada guru berstatus PNS yang meskipun sebulan tak mengajar di sekolah masih akan tetap menerima gaji.
            Pendidikan adalah pilar utama dalam kemajuan sutu bangsa. Tanpa pendidikan negara akan hancur disamping bidang lainnya seperti Ekososbudhankam. Suatu dikatakan maju apabila pendidikan negara tersebut berkembang pesat dan memadai. Dengan pendidikan kita bisa mengetahui sesuatu yang tak diketahui menjadi tahu. Dengan pendidikan kita bisa meningkatkan potensi diri dan cara berpikir kita, bahkan dalam suatu riwayat dikatakan, Kalau mau bahagia di dunia haruslah dengan Ilmu, Kalau mau bahagia di akhirat juga dengan Ilmu, Kalau mau bahagia di dunia dan di akhirat juga dengan Ilmu. Disini di tekankan bahwa Ilmu itu sangat penting dan utama, bahkan orang yang berilmu dan bermanfaat bagi orang lain lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan seorang ahli ibadah, tentunya dengan diikuti oleh keimanan dan ketaqwaan.
            Salah satu cara mendapatkan ilmu adalah dengan pendidikan. Karena dengan pendidikan seseorang tak akan mudah di bohongi dan di tipu daya. Cara berpikir orang yang berpendidikan dengan tidak bisa diketahui tentunya, seorang yang berpendidikan haruslah mencerminkan bahwa dirinya memanglah orang yang terdidik, dan harus bisa bermanfaat bagi sekitarnya.
Pendidikan merupakan hal kompleks dan luas, sehingga muncul berbagai masalah. Pendidikan memerlukan suatu sistem yang benar-benar bagus dan berkualitas. Di Indonesia menerapkan wajib belajar 9 tahun sedangkan seseorang diterima bekerja rata-rata mempunyai latar belakang pendidikan formal minimal SLTA atau sederajat. Sedangkan pendidikan bukan hanya formal melainkan juga informal, dan keutamaan dari pendidikan adalah pengembangan pola pikir yang lebih baik, bermartabat.
Konstitusi kita melindungi hak kita untuk mendapatkan pendidikan tertuang dalam Undang-undang Dasar Pasal 31
            Tetapi sayang sampai saat ini dalam pelaksanaannya belum semua terlaksana. Anak-anak yang harusnya mendapatkan hak pendidikan terpaksa membantu orang tua untuk bisa bertahan hidup sehingga hak-hak dia sebagai anak terabaikan, begitupun yang dapat mengenyam pendidikan dasar hanya sekedar kewajiban dari orang tua. Sedangkan sistem pendidikan yang setiap ganti pemimpin ganti sistem pendidikan, tanpa adanya konsistensi untuk mengembangkan yang sudah baik dan berjalan, sehingga tidak masuk sampai ke sitem terbawah yaitu warga negara tersebut. Sistem pendidian yang harusnya bisa meningkatkan kemimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia kurang dirasakan alias tidak sampai sasaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar